MERAWAT SEJARAH MELALUI PERJUANGAN INGATAN MELAWAN POLITIK PELUPAAN

Penulis : Sulolipu

Sejarah akan selalu menjadi pembelajaran tentang bagaimana manusia dan relasi yang termuat didalamnya selalu mengalami ketimpangan dan ketidakadilan. Dalam logika sejarah kita melihat bahwa tidaklah sama dan tidaklah akan bersanding antara kebenaran dan kebatilan, keadilan dan kedzoliman, kesucian dan pengkhianatan. Pada sejarah juga kita belajar bahwa terdapat potret buram didalam realitas sosial manusia bahwa kebenaran tidak selalu dan pasti mendapatkan status pemenang terkait resistensinya terhadap kedzoliman. Namun pada sejarah juga kita mendapatkan kesadaran tentang eksistensi kebenaran yang sama sekali tidak memiliki logika kemenangan. Sejarah memberi pelajaran bahwa kebenaran tidak berbicara tentang kemenangan namun konsistensi dan keharusan tentang nilai nilai universal kemanusian mesti dan harus di proklamirkan. Dalam sejarah juga kita melihat bagaimana kebenaran dan keadilan diburamkan dan dipaksa terdegradasi secara konsep dan tindakan.

Merawat sejarah beserta ingatan tentang sejarah dapat menjadi suatu pendekatan untuk sadar terhadap adanya relasi didalam masyarakat yang dominatif, eksploitatif dan hegemonik. Adanya kelas dalam masyarakat yang menguasai kelas yang lain, adanya wacana tertentu yang berusaha untuk menormalisasikan dan menganggap relasi seperti ini wajar dan sesuai dengan keharusan zaman. Manusia adalah pelaku sejarah dan juga sebagai korban sejarah, manusia mendapat dan memberi luka didalam sejarah dan kehidupan manusia merupakan sejarah panjang yang didalamnya termuat pertarungan ideologi dan kelas didalamnya. Maka dari itu manusia perlu untuk mengenali dirinya sebagai manusia dengan mengidentifikasi kelasnya di dalam struktur masyarakat.

Perjuangan terhadap kebenaran perlu dimulai dengan merawat sejarah dan menjelaskan relasi yang termuat didalamnya. Usaha menghapus dan melupakan sejarah dan berkuasanya kelas tertentu diatas kelas lainnya dengan menggunakan TNI-Polri dan berbagai instrumen kekuasaan selalu menjadi cara ideologis dan represif kekuasaan untuk mengaburkan relasi dominatif dan timpang yang terdapat pada suatu sejarah manusia dan masyarakat. Sejarah kelam negara dapat ditinjau melalui aparatus represif (TNI-POLRI) dan ideologis negara dalam memburu dan melakukan kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa. TNI dan Polri yang selalu diwacanakan negara sebagai sahabat rakyat adalah kepalsuan, TNI-Polri yang selalu di konsepkan oleh negara sebagai penjaga masyarakat adalah utopis, TNI-Polri selalu menjadi milik kelas yang berkuasa dan menjadi alat politik pelupaan dan normalisasi dengan menggunakan moncong senjata, penjara dan peluru dan beralibikan nasioanalisme. Aparatus negara yang ideologis maupun represif yang memiliki legalitas dan kejelasan kedudukannya didalam negara menjadi alat represif yang sempurna bagi kekuasaan dan mematikan bagi masyarakat.

Mengapa kekuasaan selalu berkepentingan dalam melupakan sejarah dan hubungan yang terjadi didalamnya? Mengapa negara dan kekuasaan merasa terancam ketika sejarah di bicarakan dan di teriakkan? Satu satunya alasan, satu satunya ketakukan, satu satunya sebab mengapa negara terancam dengan sejarah adalah karena sejarah menjadi tokoh, menjadi agen, menjadi subjek kekerasan dan pembunuh masyarakat. Pemberontakan masyarakat menjadi alibi kekuasaan dalam melancarkan aksi kekerasan, penculikan dan menyebarkan ketakutan melalui instrumen kekuasaan. Demokrasi akan rusak dengan berkuasanya pemilik senapan dan peluru, pengkerdilan terhadap supremasi sipil dan hukum dan lahirnya superioritas masyarakat bersenjata (TNI-Polri).

Potret buram ini secara minimalis dapat dilihat dan disaksikan secara jelas disaksikan di kabupaten bone sebuah kota pada provinsi di sulawesi selatan. Entah itu berkaitan dengan kekerasaan seksual pada sebuah perguruan tinggi, berkaitan dengan penolakan hak untuk berpendapat dimuka umum selalu saja para aktivis dan pembela kebenaran mendapat tindakan represif melalui persetujuan dan klaim negara. Aksi yang dilakukan oleh masyarakat bone pada tanggal 19 Agustus 2025 bertempat di depan kantor bupati bone banyak termuat dan terekam tindakan kasar, tak berdasar dan bias akan keberpihakan terhadap rakyat, TNI-Polri juga dengan mengunakan legalitas dan tugas pengamanan menjadi pelaku kekerasan. Saya selalu bertanya terkait dengan kata mengamankan dalam tindakan aparatus represif (instansi TNI-Polri) dikarenakan dalam setiap pengamanannya selalu saja yang diusahakan oleh TNI-Polri itu berkaitan dengan keamanan pemangku kekuasaan. Apakah masuk akal TNI-Polri mengamankan masyarakat menggunakan rotan, peluru, gas air mata dan berbagai senjata dan peralatan perangkat keras sembari memberikan kabar baik bagi penguasa dan pemangku kekuasaan terkait kinerjanya yang telah mengusir dan menembaki masyarakat yang menggugat dan melawan keputusannya sehingga para pemangku kekuasaan tidak perlu lagi berhadapan dengan kemarahan dan kekecawaan rakyatnya.

Sekali lagi, betapa sejarah telah menjelaskan dan memberi pelajaran melalui tangisan, darah dan lebam rakyat bahwa negara dan segenap aparatus ideologi dan represifnya selalu berkoloni kepada kekuasaan dan tidak berkompromi terhadap kepentingan dan hak rakyat. Kita mesti merawat ingatan ini, menjaga sejarah ini dan memperjuangkan ingatan ini dengan berbagai perlawanan terhadap usaha dan politik pelupaan. Doa, tangisan dan perlawanan rakyat akan dan terus memburu ketidakadilan. Apakah penguasa dapat menghentikan waktu walau sedetik saja? Tidak! Disanalah amarah rakyat, bersama waktu yang menunggunya tiba. Masyarakat selalu ditangkap dan dibunuh berkali kali namun hidup beribu beribu kali, begitulah kata sejarah. Kita adalah anak anak sejarah, kita mati dan hidup didalam sejarah namun sejarah tak pernah mati dan kusut ia menyala pada terang dan tajamnya akal dan halus dan pekatnya perasaan. Mari menjadi manusia manusia sejarah yang merdeka dan bebas dari segala bentuk penundukan dan perbudakan.

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai